Cari Makalah Disini

...............................................................................

RETENSI URINE

I.       KONSEP DASAR

A.    Definisi
Retensi urin menurut Stanton adalah ketidakmampuan berkemih selama 24 jam yang membutuhkan pertolongan kateter, karena tidak dapat mengeluarkan urin lebih dari 50% kapasitas kandung kemih. Dr. Basuki Purnomo dari FK Unbraw mengatakan, bahwa retensi urin adalah ketidakmampuan buli-buli (kandung kencing) untuk mengeluarkan urin yang telah melampaui batas maksimalnya. Pada ibu melahirkan, aktivitas berkemih seyogyanya telah dapat dilakukan enam jam setelah melahirkan (partus). Namun apabila setelah enam jam tidak dapat berkemih, maka dikatakan sebagai retensi urin postpartum.

Pendapat dari Psyhyrembel menyatakan, bahwa retensi urin postpartum adalah ketidakmampuan berkemih secara normal 24 jam setelah melahirkan (ischuria puerperalis). Adapun kepustakaan lain mendefinisikan retensi urin postpartum sebagai tidak adanya proses berkemih spontan setelah kateter menetap dilepaskan, atau dapat berkemih spontan namun urin sisa lebih dari 150 ml.

Retensi urin postpartum apabila tidak segera ditangani dapat menyebabkan sistitis, uremi, sepsis, bahkan ruptur spontan vesika urinaria.

B.     Patofisiologi
Pada masa kehamilan terjadi peningkatan elastisitas pada saluran kemih, sebagian disebabkan oleh efek hormon progesteron yang menurunkan tonus otot detrusor. Pada bulan ketiga kehamilan, otot detrusor kehilangan tonusnya dan kapasitas vesika urinaria meningkat perlahan-lahan. Akibatnya, wanita hamil biasanya merasa ingin berkemih ketika vesika urinaria berisi 250-400 ml urin. Ketika wanita hamil berdiri, uterus yang membesar menekan vesika urinaria. Tekanan menjadi dua kali lipat ketika usia kehamilan memasuki 38 minggu.  Penekanan ini semakin membesar ketika bayi akan dilahirkan, memungkinkan terjadinya trauma intrapartum pada uretra dan vesika urinaria menyebabkan vesika urinaria tidak lagi dibatasi kapasitasnya oleh uterus. Akibatnya vesika urinaria menjadi hipotonik dan cenderung berlangsung beberapa lama.

C.     Penyebab
Penyebab retensi urin postpartum ada bermacam-macam, antara lain efek dari epidural anasthesia, trauma intrapartum, refleks kejang sfingter uretra, hipotonia selama hamil dan nifas, peradangan, psikogenik, dan umur yang tua.

D.     Diagnosis
Gejala retensi urin postpartum dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan pada pasien, yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1.      Pemeriksaan subyektif, yaitu mencermati keluhan yang disampaikan oleh pasien yang digali melalui anamnesis yang sistematik. Dari pemeriksaan subyektif biasanya didapat keluhan seperti nyeri suprapubik, mengejan karena rasa ingin kencing, serta kandung kemih berasa penuh.
2.      Pemeriksaan obyektif, yaitu melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien untuk mencari data-data yang objektif mengenai keadaan pasien. Dari pemeriksaan obyektif dengan metode palpasi atau perkusi, biasanya ditemukan massa di daerah suprasimfisis karena kandung kemih yang terisi penuh dari suatu retensi urin.
3.      Pemeriksaan penunjang, yaitu melakukan pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium, radiologi atau imaging (pencitraan), uroflometri, atau urodinamika, elektromiografi, endourologi, dan laparoskopi. Pada pemeriksaan laboratorium paling sering digunakan kateter dan uroflowmetri, yaitu untuk mengukur volume dan residu urin pada kandung kemih. Selain itu juga dapat digunakan cystourethrografi untuk melihat gambaran radiografi kandung kemih dan uretra. Menurut dr. Basuki Purnomo, volume maksimal kandung kemih dewasa normal berkisar antara 300-450 ml dengan volume residu sekira 200 ml. Apabila dari hasil kateterisasi didapatkan volume/residu urin telah mendekati/melampaui  batas normal, maka pasien dinyatakan mengalami retensi urin
II.    ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
Post Partum
1.      Data Umum :
a.          Identitas.
b.         Data Obstetri, riwayat kehamilan, riwayat persalinan.
c.         Riwayat kesehatan.
d.         Status emosional dan kebiasaan.
2.      Pengkajian retensi urin Rentinsio Urine
Bila dicurigai infeksi kandung kemih dilakukan pengambilan spesimen urin bersih untuk pemeriksaan mikroskopik dan pemeriksaan kultur serta berat jenis urin.

Frekuensi urin, keinginan berkemih, urin warna keruh, nyeri pelvik dan konsentrasi bakteri 10.000 atau lebih permililiter urine.

Periksa suhu : mengginggil dan panas tinggi, mual dan muntah.

B.     Diagnosa Keperawatan

1.      Perubahan eliminasi BAK; Retensio urin berhubungan dengan trauma perineum,dan sal.kemih.
2.      Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan retensi urin yang lama.

C.     Intervensi Keperawatan
1.      Perubahan eliminasi BAK; Retensio urin berhubungan dengan trauma perineum,dan sal.kemih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kep. selama 2 hari klien dapat kencing tanpa menggunakan alat/kateter.
Kriteria :
S : Klien mengatakan sudah bisa kencing sendiri.
O : urine 2 cc/kg bb/menit,uspt +, urin residu <100 cc
Intervensi
Rasional
Menjelaskan pada klien cara blader training
-Merangsang keinginan untuk kencing
Mengobservasi intake dan output
-Menilai perkembangan miksi
Memasang kateter bila ada indikasi
-Membantu mengeluarkan urin
Memberikan obat sesuai program terapi.
-Membantu meperlancar sirkulasi dan tangsangan saraf
2.      Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan retensi urin yang lama.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan kep. dan terapi Medis selama 3 hari resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria : Suhu 36-37 °c sakit perut bagian bawah tidak ada.
Intervensi
Rasional
Kaji suhu tubuh Ibu
Menilai tanda-tanda infeksi
Berikan kateterisasi dengan memperhatikan kesterilan
Membantu mengeluarkan urine
Berikan obat anti biotik sesuai program terapi
Membatasi perkembangbiakan bakteri penyebab infeksi SK/KK.

Leave a Reply